Kekecewaan merupakan reaksi atas ketidaksesuaian antara harapan, keinginan dengan kenyataan. Sakit hati dan kecewa adalah bagian dari perasaan buruk. Jika dipendam, dapat menimbulkan dampak negatif hingga sampai pada upaya berbuat kerusakan. Sakit hati adalah kemarahan jiwa akibat kekecewaan yang begitu berat. Menurut tinjauan ilmu Psychology, kekecewaan adalah kehilangan dan kesedihan yang mungkin timbul karena kehilangan sesuatu. Ketika itulah mungkin sulit untuk mengakui seberapa dalam dan tajam rasa sakitnya.
Kekecewaan dan rasa kecewa sebetulnya tidak selalu berdampak buruk selama kita mampu mengelolanya. Kekecewaan bisa menjadi alarm yang memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang salah, yang tentunya harus kita perbaiki. Kekecewaan juga mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah ke depan agar kita tidak mengalami hal yang sama.
Kecewa datang dari hati yang bersandar dan berharap kepada manusia. Semakin dalam kita berharap kepada manusia maka semakin mudah pula hati kita tersakiti. Ketika kita mengharapkan rasa dan kebaikan yang kita beri nantinya akan terbalas, dan kita menginginkan agar orang lain melihat dan menghargai jerih payah kita, hendaknya kita bersiap diri akan datangnya kekecewaan.
Rambu-rambu agama telah mengajarkan kita agar mengendalikan amarah dengan cara yang telah dituntunkan oleh wahyu dan tuntunan Rosululloh. Pengendalian marah merupakan suatu cara dalam melakukan manajemen qalbu, yakni mengarahkan dan mengontrol nafsu yang merusak diri dan membuat kehancuran. Sifat emosional merupakan nafsu amarah yang mengarah kepada kejahatan:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Q.S. Yusuf, 12.53),
Sedangkan nafsu Lauwammah merupakan nafsu yang menjadikan diri kita menyesal setelahnya/menimbulkan penyesalan diri: Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri). (Q.S.Al Qiyamah, 75:2
Marilah kita cari jawaban itu dengan hati yang dingin, agar kecewa hati bisa terobati dan aktivitas hidup bisa tertata kembali. Ada beberapa hal yang harus kita sikapi dengan kepala dingin, agar perasaan kecewa tidak berkepanjangan.
1. Bersyukurlah kepada Allah, karena
Dia telah mensucikan kita kembali dengan cara dipisahkannya kita dari orang
yang kita cintai. Biarlah ia pergi jika keberadaannya di sisi kita hanya
menambah dosa dan kemaksiatan.
2. Jangan terlalu larut oleh rasa
kecewa, karena hanya akan menyia-nyiakan waktu hidup yang tidak berguna.
Yakinlah, Allah akan memberi yang terbaik dari pada yang kita pikirkan. Apalagi
orang yang selalu kita pikirkan, belum tentu memikirkan kita.
3. Tetaplah jaga kesucian diri,
jangan terperosok ke lubang maksiat kedua kali. Serahkan hidup ke pada Allah
dan bersabarlah dari ujian yang sedang kita hadapi. Seseorang muslim seharusnya
mampu menahan diri dengan bersikap tabah. “Dan
bersabarlah kamu bersama-sama orang yang menyeru Tuhan-Nya di pagi dan senja
hari dengan mengharap keridhoan-Nya. (Qs. Al Kahfi;24)
4. Lakukan intropeksi diri, ternyata
cinta yang selama ini kita pertahankan, justru membuat kita banyak melupakan kewajiban
sebagai hamba Allah. Kita sibuk mengingat si dia, kita pasrahkan diri kepadanya
dan tanpa disadari kita menjadi hamba hawa nafsu kita
sendiri.
5. Jangan tangisi ketika si dia
mendustai, tetapi tangisilah diri kita yang sedang terlelap dalam buaian dosa.
Memang dia telah membuat hidup kita berkesean. Tetapi ketahuilah, dia juga
telah meninggalkan saham dosa yang tidak sedikit.
6. Takutlah kamu kepada Allah,
dimana saja kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik,
niscahya dia (Allah)
akan menghapuskannya. Rasulullah bersabda; “Tali keimanan yang kokoh
adalah saling menolong (setia) karena Allah, saling bermusuhan karena Allah,
cinta karena Allah dan benci karena Allah pula “ ( HR. Bukhari )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar