![]() |
Anwar Anshori Mahdum |
Jangan Tertipu
Dengan Penglihatan Lahir
Sejak dahulu hingga hari ini, berbagai pergulatan dan hidup
terus dilakukan demi sebuah kebahagiaan. Bila perlu nyawa taruhannya! Tetapi
ketahuilah, sejauh apapun kita melangkah untuk mengejar kebahagiaan tak akan
pernah kita dapatkan, kalau tolok ukurnya adalah keduniaan. Sebab sifat dunia
tak pernah memberi kepuasaan. Dan ketidak puasan itulah faktor utama penyebab
ketidakbahagiaan. Rasulullah menyinggung dalam khutbahnya:
عَنْ
عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى
الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ
أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ
ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ
التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia
pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu
ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga.
Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha
Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).
Jangan tertipu dengan penglihatan lahir. Karena dunia ini
hanyalah perhiasan dan sandiwara. Tidak menutup kemungkinan, dibalik kemewahan
hidup yang terlihat ada rasa ketakutan yang sangat. Di balik senyum dan tawa
akrab ada kepahitan dan kesedihan yang tidak kita ketahui. Mungkin tawanya
hanya untuk menutupi kegundahan perasaannya. Banyak orang yang bibirnya
tersenyum tapi hatinya menangis. Tidak sedikit orang yang terlihat diam dan
tenang tetapi jiwanya tertekan. Begitu banyak pemandangan terlihat sepintas
menyenangkan padahal sebenarnya menyedihkan. Banyak orang menyangka dikiranya
madu, ternyata ia adalah empedu. Dan tidak sedikit laknat dikiranya nikmat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah menulis; “(Ciri khas) orang
yang berakal adalah melihat hakikat (sesuatu), tidak terjebak dengan zahirnya”.
Memang alam lahir lebih cenderung kepada godaan hawa nafsu
yang selalu menggoda manusia dan mengantarkan hamba-hamba Allah yang lalai
kepada kebinasaan. Sedangkan alam bathin selalu memberi arah kepada kebaikan,
pendidikan dan peringatan dan mendekatkan hamba-hamba Allah kepada kemuliaan.
Setan dan hawa nafsu mengarahkan manusia kepada tipuan
lahir kadang-kadang membuat manusia terpesona oleh keindahan lahir itu. Membuat
hamba-hamba Allah melihat benda lahir sebagai sesuatu yang sangat menarik dan
sangat indah, membuat manusia ingin menikmati buah dari keindahan lahir
tersebut.
Manusia begitu cenderung kepada barang lahir, lalu menjadi orang yang tertipu dan bersimpuh di bawah pandangan lahiriah. Ia pun terbelenggu dan mabuk dalam manisnya benda lahiriah dan tidak terasa menjadi orang yang lupa dan terhina.
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat
(nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Qs. Alhadiid
[57];20)
Hiasan lahiriah itu memang sangat menakjubkan. Orang mudah
tertipu oleh penglihatan lahiriah dan mengira itulah penglihatan yang benar. Adapun
manusia yang waspada dan mata hatinya dapat melihat dan membedakan mana benda
tipuan dan mana yang hak, tidak akan tertipu dan mengikuti godaan setan dan
hawa nafsu. Mata hati nuraninya mampu melihat dan membedakan gerakan dan
peringatan serta tanda dan isyarat lahiriah, mengetahui sesuatu yang akan
terjadi, maka ia pun menghindar dari situasi yang sedang ada di hadapannya.
Orang yang memandang dunia ini dengan kaca mata batinnya
adalah orang yang memahami arah yang akan ditempuhnya. Ia tahu mana yang lebih
bermanfaat baginya dalam pandangan dunianya, sehingga ia memilih dan menyaring
pandangannya terhadap dunia.
Dunia adalah medan permainan antara yang hak dan yang
batil. Orang seperti ini tidak terlalu mempercayai penglihatan lahiriah. Karena
ia memahami tipuan lahir itu sangat menyakitkan. Ia lebih percaya pada
pandangan batinnya yang lebih banyak memberi pertimbangan dan peringatan
baginya sebelum bertindak.
Lantas, dengan apa kebahagiaan itu didapatkan?. Banyak
orang menganggap bahwa sumber kebahagiaan hanya terletak pada apa yang kita
miliki, seperti: kekayaan, pangkat dan jabatan, prestasi pendidikan (gelar
kesarjanaan) atau kemasyuran (politik, seni, olah raga dsb). Tetapi
realitasnya, semua itu sering menjadi
beban para pemiliknya.
Contoh yang sangat dekat dengan masalah ini adalah kisah
tentang seorang yang sangat sukses dalam mengumpulkan harta benda, ia adalah
Qorun. Ia merupakan contoh khas tentang orang kaya yang kekayaannya
menjermuskannya kedalam kebanggaan dan kesombongan, ia lupa akan peran kekayaan
dalam kehidupan manusia. Ia hidup pamer dan mewah, hampir semua orang masa itu
mengagumi kecemerlangan penampilannya, tetapi melupakan kenyataan yang
sesungguhnya, bahka semua itu adalah kebahagiaan semu.
Lantas bagaimana akhir dari perjalanan Qorun. Apa yang terjadi dengan kesombongan, kekayaan, kebanggaan dan sikap takaburnya itu?. Allah sampaikan kabar tentang qorun dalam al-Qur’an:
“
Maka Kami benamkanlah qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia
termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Qs. Al-Qoshosh [28]:81
Dalam sebuah
kesempatan, Rasulullah pernah kedatangan sahabat Umar, saat itu beliau tengah
duduk di atas tikar kasar yang menggurat bekas di badan beliau. Spontan Umar
pun bertanya kepada beliau, “Wahai baginda Nabi! Kenapa engkau tidak memilih
kasur yang lebih empuk dari tikar ini? Rasulullah pun menjawab, “Kenapa aku
mesti menyibukkan diri dengan dunia? Perumpaman antara aku dan dunia adalah
seperti seseorang yang melakukan perjalanan di tengah hari di musim panas. Lalu
ia istirahat sambil berteduh di bawah sebuah pohon tidak seberapa lama.
Kemudian melanjutkan perjalanannya kembali seraya meninggalkan pohon itu” (H.r.
Ahmad dan Hakim. Hadis ini sahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim).
Perhatikanlah,
dunia seperti sebuah pohon yang dijadikan tempat berteduh oleh orang-orang yang
melakukan perjalanan jauh di bawah terik matahari. Tentunya, waktu untuk
beristirahat di bawah naungan pohon itu sangat singkat dan sebentar; karena ia
harus melanjutkan perjalanan. Seenak dan serindang apa pun pohon itu tetap
harus ditinggalkan. Jadi, untuk apa ngotot dan “ngoyo” mengejar dunia. Toh
nantinya juga akan ditinggal juga, seindah dan seelok apa pun dunia itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar