Selasa, 13 Agustus 2024

Jangan Tertipu Dengan Penglihatan Lahir

 

Anwar Anshori Mahdum

Jangan Tertipu Dengan Penglihatan Lahir

Sejak dahulu hingga hari ini, berbagai pergulatan dan hidup terus dilakukan demi sebuah kebahagiaan. Bila perlu nyawa taruhannya! Tetapi ketahuilah, sejauh apapun kita melangkah untuk mengejar kebahagiaan tak akan pernah kita dapatkan, kalau tolok ukurnya adalah keduniaan. Sebab sifat dunia tak pernah memberi kepuasaan. Dan ketidak puasan itulah faktor utama penyebab ketidakbahagiaan. Rasulullah menyinggung dalam khutbahnya:

عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).

Jangan tertipu dengan penglihatan lahir. Karena dunia ini hanyalah perhiasan dan sandiwara. Tidak menutup kemungkinan, dibalik kemewahan hidup yang terlihat ada rasa ketakutan yang sangat. Di balik senyum dan tawa akrab ada kepahitan dan kesedihan yang tidak kita ketahui. Mungkin tawanya hanya untuk menutupi kegundahan perasaannya. Banyak orang yang bibirnya tersenyum tapi hatinya menangis. Tidak sedikit orang yang terlihat diam dan tenang tetapi jiwanya tertekan. Begitu banyak pemandangan terlihat sepintas menyenangkan padahal sebenarnya menyedihkan. Banyak orang menyangka dikiranya madu, ternyata ia adalah empedu. Dan tidak sedikit laknat dikiranya nikmat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah menulis; “(Ciri khas) orang yang berakal adalah melihat hakikat (sesuatu), tidak terjebak dengan zahirnya”.

Memang alam lahir lebih cenderung kepada godaan hawa nafsu yang selalu menggoda manusia dan mengantarkan hamba-hamba Allah yang lalai kepada kebinasaan. Sedangkan alam bathin selalu memberi arah kepada kebaikan, pendidikan dan peringatan dan mendekatkan hamba-hamba Allah kepada kemuliaan.

Setan dan hawa nafsu mengarahkan manusia kepada tipuan lahir kadang-kadang membuat manusia terpesona oleh keindahan lahir itu. Membuat hamba-hamba Allah melihat benda lahir sebagai sesuatu yang sangat menarik dan sangat indah, membuat manusia ingin menikmati buah dari keindahan lahir tersebut.

Manusia begitu cenderung kepada barang lahir, lalu menjadi orang yang tertipu dan bersimpuh di bawah pandangan lahiriah. Ia pun terbelenggu dan mabuk dalam manisnya benda lahiriah dan tidak terasa menjadi orang yang lupa dan terhina.

Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Qs. Alhadiid [57];20)

Hiasan lahiriah itu memang sangat menakjubkan. Orang mudah tertipu oleh penglihatan lahiriah dan mengira itulah penglihatan yang benar. Adapun manusia yang waspada dan mata hatinya dapat melihat dan membedakan mana benda tipuan dan mana yang hak, tidak akan tertipu dan mengikuti godaan setan dan hawa nafsu. Mata hati nuraninya mampu melihat dan membedakan gerakan dan peringatan serta tanda dan isyarat lahiriah, mengetahui sesuatu yang akan terjadi, maka ia pun menghindar dari situasi yang sedang ada di hadapannya.

Orang yang memandang dunia ini dengan kaca mata batinnya adalah orang yang memahami arah yang akan ditempuhnya. Ia tahu mana yang lebih bermanfaat baginya dalam pandangan dunianya, sehingga ia memilih dan menyaring pandangannya terhadap dunia.

Dunia adalah medan permainan antara yang hak dan yang batil. Orang seperti ini tidak terlalu mempercayai penglihatan lahiriah. Karena ia memahami tipuan lahir itu sangat menyakitkan. Ia lebih percaya pada pandangan batinnya yang lebih banyak memberi pertimbangan dan peringatan baginya sebelum bertindak.

Lantas, dengan apa kebahagiaan itu didapatkan?. Banyak orang menganggap bahwa sumber kebahagiaan hanya terletak pada apa yang kita miliki, seperti: kekayaan, pangkat dan jabatan, prestasi pendidikan (gelar kesarjanaan) atau kemasyuran (politik, seni, olah raga dsb). Tetapi realitasnya, semua itu  sering menjadi beban para pemiliknya.

Contoh yang sangat dekat dengan masalah ini adalah kisah tentang seorang yang sangat sukses dalam mengumpulkan harta benda, ia adalah Qorun. Ia merupakan contoh khas tentang orang kaya yang kekayaannya menjermuskannya kedalam kebanggaan dan kesombongan, ia lupa akan peran kekayaan dalam kehidupan manusia. Ia hidup pamer dan mewah, hampir semua orang masa itu mengagumi kecemerlangan penampilannya, tetapi melupakan kenyataan yang sesungguhnya, bahka semua itu adalah kebahagiaan semu.

Lantas bagaimana akhir dari perjalanan Qorun. Apa yang terjadi dengan kesombongan, kekayaan, kebanggaan dan sikap takaburnya itu?. Allah sampaikan kabar tentang qorun dalam al-Qur’an:

“ Maka Kami benamkanlah qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Qs. Al-Qoshosh [28]:81

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah pernah kedatangan sahabat Umar, saat itu beliau tengah duduk di atas tikar kasar yang menggurat bekas di badan beliau. Spontan Umar pun bertanya kepada beliau, “Wahai baginda Nabi! Kenapa engkau tidak memilih kasur yang lebih empuk dari tikar ini? Rasulullah pun menjawab, “Kenapa aku mesti menyibukkan diri dengan dunia? Perumpaman antara aku dan dunia adalah seperti seseorang yang melakukan perjalanan di tengah hari di musim panas. Lalu ia istirahat sambil berteduh di bawah sebuah pohon tidak seberapa lama. Kemudian melanjutkan perjalanannya kembali seraya meninggalkan pohon itu” (H.r. Ahmad dan Hakim. Hadis ini sahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim).

Perhatikanlah, dunia seperti sebuah pohon yang dijadikan tempat berteduh oleh orang-orang yang melakukan perjalanan jauh di bawah terik matahari. Tentunya, waktu untuk beristirahat di bawah naungan pohon itu sangat singkat dan sebentar; karena ia harus melanjutkan perjalanan. Seenak dan serindang apa pun pohon itu tetap harus ditinggalkan. Jadi, untuk apa ngotot dan “ngoyo” mengejar dunia. Toh nantinya juga akan ditinggal juga, seindah dan seelok apa pun dunia itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amalan Tergantung Akhirnya

Anwar Anshori Mahdum Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapankah kita akan meninggal, dan dengan cara ...