![]() |
Anwar Anshori Mahdum |
Masih ingatkah kita akan kisah Nabi Musa alaihissalam sewaktu dirinya dihadapkan oleh hamparan laut dengan gelombangnya yang sangat dahsyat. Sementara firaun dan bala tentaranya terus mendekati hendak membunuhnya dan pengikutnya. “kita akan tertangkap! Ujar seorang pengikutnya pasrah. Namun, Nabi Musa berkata: Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku".Qs. Asy-Syu’ara [26]:62
Subhanallah, dengan mantap Nabi Musa alaihissalam berjalan di tengah lautan. Ia sangat yakin
Allah pasti akan menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari kejaran firaun dan
pasukannya.
Lain-lagi dengan kisah Nabi Nuh alaihissalam, Allah mengabarinya bahwa tidak akan ada lagi kaumnya yang beriman, kecuali memang mereka yang telah beriman. Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat perahu:
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak
akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena
itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (Qs.
Hud [11 ]:37)
Secara logika perintah itu rasanya aneh, sebab Nabi Nuh
diperintahkan membuat bahtera (perahu) di gunung pasir yang tandus. Tetapi karena ini adalah perintah Allah, Nabi Nuh
langsung mengikuti apa yang Allah perintahkan. Dan beliau sangat yakin akan
datang perubahan yang lebih lebih baik.
Kisah Nabi Musa dan
Nabi Nuh ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana keyakinan dan berfikir
positif itu merupakan kekuatan dahsyat dalam merubah keadaan. Tidak peduli
sulit dan tidaknya, bahkan ada orang yang mencemoohnya atau tidak, kedua Nabi
Allah ini tetap yakin dan positif thinking akan kebenaran tindakannya. Tetapi
lagi-lagi, ternyata kehidupan bukan persolan sulit dan mudahnya, persoalannya
adalah yakin atau tidak kita akan adanya perubahan itu. Jika kita memiliki
keyakinan akan pertolongan Allah, maka akan terbentang jalan menuju perubahan
yang lebih baik.
Harus ada keyakinan yang mendalam didalam diri kita bahwa
tidak ada sesuatu yang tidak mungkin untuk di kerjakan selama kita yakin untuk
melaksanakannya. Sejarah telah membuktikan bahwa peradaban manusia di tentukan
oleh manusia yang sangat kuat dalam keyakinannya. Setiap kita harus punya
prinsif-prinsif yang di rakit dalam benak pikiran kita. Karena menanamkan
sugesti serta keyakinan dalam pikiran merupakan awal dari keberhasilan
Kunci hidup tenang dan damai ada pada pikiran kita.
Peristiwa dan masalah apa pun yang kita alami dalam kehidupan, tidak akan
membuat gusar dan cemas jika disikapi dengan sikap dan pikiran positif.
Ketidak-mampuan kita dalam mengendalikan pikiranlah yang menimbulkan respons
tidak tepat dalam menghadapi dan menyikapi suatu hal. Akibatnya, kita tidak
merasakan ketenangan dalam hidup ini. Jadi, kuncinya ada pada pengendalian
pikiran kita. Pikiran positif akan menimbulkan emosi atau perasaan positif.
Sedangkan, pikiran negatif akan menimbulkan emosi atau perasaan negatif.
Berpikir positif adalah selalu berbaik sangka (husnudzon) kepada Allah yang menentukan hidup kita. Husnudzon dimaknai dengan berbaik sangka terhadap
segala sesuatu termasuk dengan ketetapan Allah yang diterima manusia. Sementara
itu ada su’udzon yang menjadi kebalikan dari husnudzon. Sikap ini jelas
dilarang dalam agama Islam. Kita tidak boleh berburuk sangka atau menerka-nerka
sesuatu tanpa bukti dan tanpa diselidiki asal usulnya.
Dalam surat Al Hujurat, Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan berdakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat [49]: 12)
Orang yang selalu berpikir positif selalu melihat adanya kesempatan kearah perbaikan, bahwa hidup akan datang perubahan. Optimis adalah sikap hidupnya, semangat adalah gaya kesehariannya. Optimis berarti melakukan perubahan dengan bijak dan pertimbangan yang matang, mengubah hal-hal buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Akan tetapi, harus juga diingat, bahwa (sikap) optimistis tanpa perhitungan dan pertimbangan yang tepat, juga merupakan sebuah ‘kekonyolan’ (sesuatu yang tidak dapat dibenarkan), yang dalam beberapa hal sangat dibenci oleh Allah. Ketika kita sudah yakin, bahwa apa yang kita perjuangkan dalam hidup ini adalah ‘benar’, maka kita tak boleh surut untuk memerjuangkannya sampai titik darah penghabisan. Dan, sebagai seorang yang mengaku beriman, kita tak boleh sekejap pun merasa bimbang dan ragu untuk berusaha meraihnya. Allah SWT berfirman:
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS al-Baqarah [2]: 147)
Dengan adanya sikap optimistis dalam diri setiap Muslim,
kinerja untuk beramal akan meningkat dan persoalan yang dihadapi Insyâallâh
dapat kita selesaikan dengan sebaik-baiknya. Sementara itu, kita harus yakin,
bahwa doa, ikhtiar, dan tawakal harus senantiasa mengiringinya, kerena hanya
dengan ‘ridha-Nya’ apa pun yang kita harapkan dapat terwujud.
Orang yang optimis menjalani hidup, tertanam dalam jiwanya
keyakinan yang sempurna tentang segala yang di tentukan Allah. Jika Allah
berkehendak terhadap sesuatu maka tidak ada seorangpun yang mampu menahannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberi nasehat kepada Ibnu
Abbas ketika itu ia masih kecil: “Ketahuilah, sekiranya seluruh manusia
sepakat hendak mencelakaimu, mereka tidak akan pernah bisa mencelakaimu,
kecuali memag telah di tuliskan Allah dalam suratan takdirmu. Begitupun
sebaliknya, andai seluruh manusia sepakat menolongmu mereka tidak akan pernah
mampu membantumu,kecuali memang telah di tuliskan Allah dalam suratan
takdirmu.” (HR. Tarmidzi).
Hikmah lain yang dapat kita peroleh dengan positif
thinking, atau dalam agama islam dikenal dengan Husnuzan yaitu diantaranya akan
menimbulkan kesadaran pada manusia bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah
swt, kemudian dapat memotivasi agar manusia melakukan amal kebaikan dengan
bersungguh-sungguh sesuai dengan ketetapan Allah swt, serta mendorong manusia
untuk mendekatkan diri serta bertawakal kepada Allah yang berkuasa atas segala
sesuatu, sehingga akhirnya dapat mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman
hidup karena meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT.
Kemudian tentang sikap bertindak arif, Dalam pergaulan
sehari-hari penggunaan kata "Arif" sering dibalut dalam satu kata
yaitu bijaksana. Karena seseorang dapat disebut sebagai orang yang arif adalah
jika dirinya bisa bersikap bijaksana. Ini merupakan salah satu kualitas manusia
yang paling dihargai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar