Minggu, 01 September 2024

Akibat Menuhankan Harta

Anwar Anshori Mahdum

Manusia baik secara pribadi, keluarga, ataupun masyarakat, walaupun dapat meraih apa yang diinginkannya tetapi ketika cara mendapatkannya tidak sesuai dengan apa yang Allah syariatkan, maka pasti akan mengalami kehancuran. Jiwa tidak merasa terpuaskan. Hidup selalu dihantui rasa takut yang menggelisahkan. Itulah orang-orang yang menjadikan harta dunia sebagai Tuhan. Allah menegaskan dalam firman-Nya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (Tuhan)-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS Al-Jaatsiyah [45] : 23).

Ketahuilah sahabat, bila kita secara individu maupun masyarakat terlalu berlebihan memberikan prioritas pada urusan materi (harta), tidak mungkin cenderung kepada moralitas yang menuntut ketaatan sepenuhnya pada hukum-hukum kehidupan yang telah digariskan. Orang yang mengesampingkan segala urusan selain uang dan uang dalam perjuangan hari-harinya, tidak dapat berpegang pada etika keadilan dan kebenaran, dan cenderung pada kesalahan.

Catatlah dalam hati bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan. Buah dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta (dunia) akan membawa pelakunya pada beberapa keadaan, di antaranya adalah: PertamaMencintainya akan mengakibatkan mengagungkannya. Kedua: Mencintainya akan menyibukkan kehidupannya, hingga lalai terhadap kewajibannya. KetigaPecinta dunia akan mendapat azab yang berat dan disiksa di tiga negeri, yaitu: di alam dunia ia diazab dengan kerja keras untuk mendapatkannya; di alam barzakh ia diazab dengan perpisahan dari apa yang dicintainya; dan di alam akhirat ia akan diazab untuk mempertanggungjawabkan tentang dunia yang dimilikinya.

Ada beberapa hal yang mesti dicamkan oleh umat Islam dalam menyikapi harta benda, yaitu:

Pertama, harta adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri. Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari Allah SWT untuk memikul tanggung jawab amanah harta benda. Karenanya, ia harus disyukuri sebab jika mampu memikulnya, pahala yang amat besar menanti.

Kedua, harta adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap kondisi – entah baik ataupun buruk - yang kita alami sudah menjadi ketentuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mesti kita hadapi secara baik sesuai dengan keinginan yang memberi amanah.  Di balik harta melimpah, ada tanggung jawab dan amanah yang mesti ditunaikan. Harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah akan menjadi kotor karena telah bercampur bagian halal yang merupakan hak pemiliknya dengan bagian haram yang merupakan hak kaum fakir, miskin, dan orang-orang yang kekurangan lainnya.

Ketiga, harta adalah ujian. Yang jadi ujian bukan hanya kemiskinan, tetapi kekayaan juga merupakan ujian. Persoalannya bukan pada kaya atau miskin, tetapi persoalannya adalah bagaimana menghadapinya. Kedua kondisi itu ada pada manusia, yang tujuannya di balik itu cuma satu, yaitu Allah ingin mengetahui siapa yang terbaik amalannya.

Keempat, harta adalah hiasan hidup yang harus diwaspadai. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bagi manusia banyak hiasan hidup. Keluarga, anak, dan harta benda adalah hiasan hidup. Dengannya, hidup menjadi indah. Namun, patut disadari bahwa pesona keindahan hidup itu sering menyilaukan hingga membutakan mata hati dan membuat manusia lupa kepada-Nya, serta lupa kepada tujuan awal penciptaan hiasan itu. Semua itu sebenarnya merupakan titipan dan ujian.

Kelima, harta adalah bekal beribadah. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya, segenap perangkat duniawi, baik yang meteril maupun yang nonmateril, tercipta sebagai sarana yang bisa digunakan manusia untuk beribadah. Kekayaan adalah salah satu sarana ibadah. Ia bukan hanya menjadi ibadah kala dinafkahkan di jalan Allah, ia bahkan sudah bernilai ibadah kala manusia dengan ikhlas mencari nafkah untuk keluarganya dan selebihnya untuk kemaslahatan umat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amalan Tergantung Akhirnya

Anwar Anshori Mahdum Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapankah kita akan meninggal, dan dengan cara ...