Tidak ada yang menyangkal beragam musibah dan penderitaan harus terjadi di dunia ini. Sebuah keniscayaan yang tidak mungkin kita elakan. Akal pikiran dan lubuk hati mengakui betapa dunia yang kita singgahi ini begitu akrab dengan musibah. Setiap kenikmatan yang di reguk di dunia selalu berdampingan dengan penderitaan atau kesengsaraan. Itulah ujian Allah kepada hamba-Nya. Dua hal yang selalu bertentangan itu merupakan cara Allah untuk mengetahui kualitas kehidupan seseorang dan agar mereka kembali kepada Allah. Karenanya, membiasakan diri untuk bersabar menghadapi ujian dengan beragam tantangan, sangat membutuhkan tekad yang kuat dan mental yang mantap.
“ Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” . Qs. Al-Ankabut [29]:1-3
Abul Faraj Ibnu Al-Jauzi, seorang alim di jamannya. Ia berkata: “ Kalaulah dunia ini bukanlah negeri cobaan, tentu tak akan ada penyakit dan hal-hal yang terlalu kelam. Tidak ada kesempitan hidup seperti yang di rasakan oleh para nabi dan orang-orang yang terbaik. Namun ternyata, lihatlah dalam penggalan sejarah orang-orang pilihan:
Nabi Adam as harus mengalami ujian berat sampai beliau tinggal didunia.
Nabi
Nuh as harus menangis selama 300 tahun dan meratapi musibah.
Nabi Ya’qub
menangis hingga matanya buta.
Nabi Musa as harus menderita menghadapi firaun
yang durjana.
Nabi Isa as tidak punya tempat berteduh serta hidup serba
kekurangan.
Dan Nabi Muhammad saw harus mendapat cercaan yang menyakitkan saat
menghadapi ummatnya sampai beliau harus hijrah ke Maddinah.
Itulah sekelumit contoh tentang sejarah ‘penderitaan’ panjang yang memang akan selalu hadir di setiap kesempatan dan keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar