Sabtu, 17 Agustus 2024

Membangun Orientasi Akhirat

Anwar Anshori Mahdum

Orientasi hidup merupakan hal yang paling mendasar dan akan menentukan arah hidup seseorang. Bagi yang memiliki pandangan luas, tentu orientasi hidupnya akan jauh berbeda dengan seorang yang pandangannya sempit dalam menentukan arah hidup. Bangunlah orientasi akhirat sekarang juga. Sadari bahwa harta yang akan abadi menjadi milik kita sampai di akhirat adalah yang telah diinfakkan di jalan Allah. Sedangkan harta yang masih tersimpan di tangan belum tentu nasibnya, bahkan bisa lepas dari genggaman.  Dengan orientasi akhirat, kita tidak terjebak pada perlombaan memamerkan kekayaan. Karena ukuran kemuliaan bukan dari banyaknya harta, tetapi dari banyaknya persentase sedekah.

Karena itu, bagaimana pun keadaan kita, prioritaskanlah beramal shalih; baik dengan harta ataupun tenaga. Mereka yang terus berusaha untuk mendapatkan harta yang lebih banyak, yang tak kalah pentingnya adalah terus meningkatkan kekuatan mental beramal yang lebih besar. Tambahnya penghasilan hendaknya diiringi dengan tambahnya sedekah.

Jika kekuatan sedekah dan pengorbanan tidak bertambah, maka tambahnya penghasilan bukannya menambah kemuliaan di hadapan Allah tapi kehinaan. Apalagi kalau cara yang ditempuh mendapat harta tidak memedulikan halal dan haram, maka sama saja menyiapkan neraka sejak di dunia ini. Untuk meningkatkan amal shalih, bukan tamak yang harus kita perturutkan, tetapi iman pada akhirat yang harus ditingkatkan. Iman akan mendorong kita menjadikan dunia ini sebagai ladang amal.

Iman kepada akhirat, bukan semata dihafal tetapi harus diresapi. Iman yang hakiki juga bukan sekedar diketahui tetapi dihayati sampai membawa kesadaran diri seolah melihat akhirat di pelupuk mata. Inilah yang dirasakan al-Harist sehingga membuatnya gigih beramal. ”Bagaimana keadaanmu pagi ini?” tanya Rasulullah kepada al-Harist yang sedang lewat di depan beliau. ”Pagi ini saya menjadi mukmin yang sebenarnya,” jawab al-Harist. Kemudian Rasulullah bersabda, ”Perhatikanlah apa yang engkau ucapkan itu, karena tiap- tiap sesuatu itu memiliki hakikat. Apakah hakikat keimananmu?”. al-Harist menjawab, ”Diriku telah menjauhi keduniaan, aku berjaga (tidak tidur) pada malam hari dan haus (berpuasa) pada siang hari, seolah- olah aku melihat Arasy Tuhanku tampak jelas, seakan-akan aku melihat para penghuni sorga sedang saling berkunjung, dan seakan-akan aku melihat penghuni neraka sedang meliuk- liuk kelaparan dan kepanasan”. Rasulullah bersabda, ”Wahai Harist, engkau sudah mengerti, maka istiqamahlah!” Beliau mengucapkan perkataan ini tiga kali. Semoga kita diberi istiqamah oleh Allah Ta’ala.

Mengimani adanya kehidupan akhirat dengan segala rentetan peristiwa yang ada di dalamnya merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari pokok-pokok keimanan lainnya. Siapapun yang mengingkarinya terancam dimasukkan dalam kelompok orang-orang kufur. Namun yang penting sesungguhnya, bukan pada kapan hari kiamat itu datang. Bukan pula bagaimana kiamat itu terjadi termasuk nasib manusia yang hidup menyaksikan kiamat itu terjadi. Serta bukan juga bagaimana bentuk dan hakikat peristiwa-peristiwa akhirat kelak.

 Namun yang terpenting adalah apa yang disiapkan oleh kita menjalani kehidupan akhirat kelak. Bagaimana nasib kita di sana kelak. Adakah kita termasuk dalam kelompok penerima azab atau tergolong para penikmat karunia dan berkah dari Allah Ta’ala.

أنَّ رَجُلًا مِن أهْلِ البَادِيَةِ أتَى النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، مَتَى السَّاعَةُ قَائِمَةٌ؟ قالَ: ويْلَكَ! وما أعْدَدْتَ لَهَا؟ قالَ: ما أعْدَدْتُ لَهَا إلَّا أنِّي أُحِبُّ اللَّهَ ورَسولَهُ (رواه البخاري و مسلم)

"Rasulullah pernah didatangi oleh seseorang yang menanyakan kapan terjadinya hari kiamat dan pertanyaan-pertanyaan terkait lainnya. Lalu Rasulullah berkata kepada orang itu: “Tidak perlu engkau tahu kapan kiamat terjadi, tapi yang perlu engkau pastikan adalah apa yang engkau persiapkan untuk kehidupan setelah hari kiamat nanti”. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amalan Tergantung Akhirnya

Anwar Anshori Mahdum Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapankah kita akan meninggal, dan dengan cara ...