Senin, 19 Agustus 2024

Membuka Mata Hati

Anwar Anshori Mahdum

Salah satu perkara yang harus terus kita perhatikan adalah tentang kebersihan hati. Kenapa ini penting?, karena qolbu atau hati kita adalah tempatnya kesadaran, yang dengannya ia dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Namun jika kita membiarkan hati kita tanpa kekuatan dan pemeliharaan iman, kejernihannya akan hilang dan tenggelam kedalam lautan kemaksiatan hingga hati kita menjadi buta. Hati adalah arah pandangan Allah pada manusia, tempat dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusia, pusat dari kepribadian manusia, cermin dalam kebijakan. Apabila hati baik maka amalnyapun akan baik, apabila hati buruk maka semua amalnya juga buruk. Seperti yang di sinyalir dalam hadits Nabi. Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari  dan Muslim )

Bahkan kebersihan hati juga sangat menentukan keselamatan dunia dan akhirat, sebagaimana Al-Qur’an menyebutkan: “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan (dihari itu) didekatkanlah Syurga kepada orang-orang yang bertaqwa. (QS. Asy-Syu’araa [26]: 88-90)

Imam Ibnu Atha'illah as-Sakandari; di dalam kitabnya al-Hikam mengatakan: Bahwa manusia itu mempunyai dua mata, yaitu mata dzahir dan mata batin. Mata dzahir berfungsi untuk melihat hal-hal yang sifatnya fisik, sedangkan mata batin berguna untuk melihat hal-hal metafisik. Mata dzahir termasuk dalam susunan tubuh manusia, ia terbentuk dari susunan daging yang dilindungi oleh tulang dan rambut dan berada di bagian muka manusia, Dalam proses mencari kebenaran, mata dzahir berfungsi untuk membuktikan suatu kebenaran dengan cara dilihatnya atau disaksikan dengan mata dzahir.

Mata dzahir tidak akan berfungsi bila mata sedang sakit dan tidak ada pencahayaan, bila tidak ada cahaya maka ia tidak akan bisa melihat apa-apa. Fungsi mata dzahir sangat dipengaruhi oleh kesehatan tubuh dan pencahayaan terhadap objek yang dilihat. Mata dzahir melihat fakta, mata batin memberikan makna di balik fakta. Penglihatan mata dzahir sangatlah kondisional, dan tidak 'menceritakan' fakta yang sesungguhnya kepada otak kita. Ambillah contoh misalnya; sebuah gunung kelihatan biru bila kita lihat dari jauh. Padahal fakta yang sesungguhnya pepohonan di gunung itu berwarna hijau. Atau seperti melihat fatmorghana, nampak dari kejauhan seperti air, tetapi setelah di dekati tidak ada apa-apa, kosong.

Mata dzahir dan mata hati merupakan organ tubuh yang berbeda, tetapi keduanya merupakan sahabat karib yang sangat setia, saling menguatkan ketika mendapat informasi. Mata dzahir adalah penuntun, sementara hati adalah pendorong. Mata memiliki kenikmatan pandangan, sedangkan hati memiliki kenikmatan pencapaian, keduanya sama penting dan harus saling bekerja sama. Bahkan dalam dunia nafsu keduanya memiliki hubungan yang sangat mesra. Jika terpuruk dalam kesulitan maka masing-masing akan saling mencela dan mencederai,'' kata Imam Ibnu Qayyim.

Mata hati adalah mata yang bersipat metafisik dan tidak bisa di uraikan secara fisik, karena ia termasuk perkara gaib. Al-qur’an menyebut mata hati dengan istilah bashiroh. Di dalam Al-qur'an terdapat banyak kata tentang 'bashirah', salah satunya disebutkan dalam QS.Al-Baqarah [2]: 7). Allah telah mengunci-mati qalb-qalb mereka dan telinga-telinga mereka, dan bashirah-basirah mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS.Al-Baqarah [2]: 7)

Imam Ibnu Katsir mengidentifikasi bashirah sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syar’i dan aqli yang kokoh, serta tidak taklid buta. Sementara Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Bashirah adalah cahaya yang Allah lontarkan ke dalam hati. Dengan cahaya tersebut dia melihat hakikat ajaran yang dibawa para Rasul. Seolah dia menyaksikan dengan mata kepalanya. Dengan demikian dia bisa mendapatkan manfaat dari ajaran para rasul tersebut. Jika ia menyelisihi ajaran para Rasul maka akan merugikan dirinya.”[Ruuhul Ma’ani 9/624]

Selain itu, tugas bashirah adalah untuk melihat Al-Haqq (kebenaran) dalam segala sesuatu, dalam segenap ufuk dan dalam dirinya. Sebagaimana firman-Nya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Q.S. Fushshilat [41]: 53

Bagaimana kita mempertajam pandangan basyiroh (mata hati) sehingga dia punya kemampuan menatap kebenaran. Para ulama memberikan gambaran, agar hati memiliki kekuatan selalu berpihak kepada kebenaran, maka kita harus selalu berusaha memenuhi waktu-waktu kita dengan melakukan amalan-amalan bathin, diantaranya adalah; 

· Pertama, Meluruskan niat dan pandangan hidup yang benar, terlebih dalam ibadah dan amaliah.

· Kedua, Menyegerakan untuk bertaubat dan jangan menunda-nunda.

· Ketiga, Berusaha keras menghindari kesalahan dan menyisihkan dunia jangan sampai berlebihan.

· Keempat,Serius menjaga amalan wajib dan menghidupkan yang sunah.

· Kelima, Menghidupkan hati dengan banyak berzikir dan ber-muhasabah.

· Keenam; Menumbuhkan rasa takut terhadap hisab akhirat.

· Ketujuh, Melatih ketekunan, kesabaran, dan kokoh terhadap gempuran godaan.

Seperti mata dzahir, ia tidak akan berfungsi jika tanpa cahaya, begitu juga mata hati. Ia tidak akan mampu menangkap cahaya jika tidak ada yang meneranginya. Cahaya mata hati adalah ketika hati selalu dihadapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selalu berinteraksi dengan petunjuk Allah yaitu Al-Quran dan Hadist.

Mata hati yang terbuka akan selalu merasa dilihat oleh Allah, keyakinannya sangat kuat akan keberadaan Allah, jiwanya tunduk pada kebesaran Allah, apapun yang Allah perintah dilaksanakan dengan sepenuh hati. Hidupnya tidak akan dirisaukan oleh perkara dunia, seperti; rezki, kekayaan, harta, jabatan, pasangan hidup, dan lain-lain, dia menyadari bahwa posisi di dunia hanya sebagai seorang hamba, yang ia lakukannya hanyalah beribadah, semua tindakan di alam dunia ini ia lakukan atas dasar ketaatan kepada Allah, dan ia tidak akan mengusik-ngusik fungsi Allah sebagai Maha pengatur kehidupan.

Termasuk pengaturan rezeki, bila ia ditakdirkan menjadi orang kaya maka ia akan bersyukur dengan menggunakan kekayaanya itu di jalan Allah. Apabila ia ditakdirkan menjadi orang miskin maka ia tidak akan mengeluh  tetap akan menjadi orang yang bergembira dalam kesabarannya, seperti gembiranya seorang kekasih saat bertemu kekasihnya. Dalam kemiskinan ia akan lebih taat dan dalam kejayaan ia akan melupakan amalan akherat. Orang yang memandang dunia dengan mata hatinya, akan menganggap dunia tak lebih dari sebuah penjara, ia sadar betul bahwa hidup ada aturan yang membatasinya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amalan Tergantung Akhirnya

Anwar Anshori Mahdum Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapankah kita akan meninggal, dan dengan cara ...