Kamis, 29 Agustus 2024

DUNIA NEGERI COBAAN

Tidak ada yang menyangkal beragam musibah dan penderitaan harus terjadi di dunia ini. Sebuah keniscayaan yang tidak mungkin kita elakan. Akal pikiran dan lubuk hati mengakui betapa dunia yang kita singgahi ini begitu akrab dengan musibah. Setiap kenikmatan yang di reguk di dunia selalu berdampingan dengan penderitaan atau kesengsaraan. Itulah ujian Allah kepada hamba-Nya. Dua hal yang selalu bertentangan itu merupakan cara Allah untuk mengetahui kualitas kehidupan seseorang dan agar mereka kembali kepada Allah. Karenanya, membiasakan diri untuk bersabar menghadapi ujian dengan beragam tantangan, sangat membutuhkan tekad yang kuat dan mental yang mantap.

“ Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” . Qs. Al-Ankabut [29]:1-3

Abul Faraj Ibnu Al-Jauzi, seorang alim di jamannya. Ia berkata:  “ Kalaulah dunia ini bukanlah negeri cobaan, tentu tak akan ada penyakit dan hal-hal yang terlalu kelam. Tidak ada kesempitan hidup seperti yang di rasakan oleh para nabi dan orang-orang yang terbaik. Namun ternyata, lihatlah dalam penggalan sejarah orang-orang pilihan: 

Nabi Adam as harus mengalami ujian berat sampai beliau tinggal didunia. 
Nabi Nuh as harus menangis selama 300 tahun dan meratapi musibah. 
Nabi Ya’qub menangis hingga matanya buta. 
Nabi Musa as harus menderita menghadapi firaun yang durjana. 
Nabi Isa as tidak punya tempat berteduh serta hidup serba kekurangan. 
Dan Nabi Muhammad saw harus mendapat cercaan yang menyakitkan saat menghadapi ummatnya sampai beliau harus hijrah ke Maddinah.

Itulah sekelumit contoh tentang sejarah ‘penderitaan’ panjang yang memang akan selalu hadir di setiap kesempatan dan keadaan. 

Introspeksi umur Kita

 

Hitunglah..!!

Sekedar ilustrasi tentang  betapa singkatnya waktu kehidupan ini dan betapa banyaknya waktu yang terbuang.. Hitunglah dan bandingkan tentang apa yang kita pergunakan dalam perjalanan waktu yang terlewati:

AKTIVITAS                          WAKTU

1. Tidur                                   8 Jam

2.  Kerja                                  9 Jam

3.  Perjalanan                          2 Jam

4.  Sholat @ 15 Menit            1,15 Jam

5.  Santai dan Lain-lain          3,45 Jam

Total                                       24 Jam

Dari perhitungan kasar diatas, tampak betapa sedikitnya Allah meminta ibadah ritual, hanya 1,15 menit (5 % saja dari waktu sehari). Lihatlah, betapa sedikitnyaa waktu yang kita gunakan untuk sholat!. Cukuplah catatan ini menjadi bahan perenungan bagi kita.  Marilah kita asumsikan saja bahwa umur kita yang produktif adalah 60 tahun, maka akan kita lihat perhitungannya sebagai berikut:

1.    Waktu untuk tidur adalah 8 jam/hari, berarti 1/3 dari aktivitas kita sehari itu di pakai untuk tidur. Jika umur kita 60 tahun, berarti 1/3 X 60 tahun = 20 tahun untuk tidur.

2.     Waktu untuk bekerja di butuhkan 9 jam, jika umur kita yang produktif adalah 60 tahun, berarti secara akumulatif telah menyita umur kita selama 22,5 tahun dari umur kita.

3.     Waktu sholat hanyalah 1,15 jam, atau untuk memudahkannya, katakanlah 2 jam termasuk sunnah dan tahajjud. Ini berarti 1/12 jam di pakai untuk ibadah, jika umur kita 60 tahun, berarti 1/12 X 60 tahun = 5 tahun di pakai untuk sholat ( bandingkan dengan waktu tidur dan kerja).

Dengan demikian, betapa sedikitnya waktu yang kita nikmati dan betapa sedikitnya waktu yang di minta Allah untuk ibadah sholat, padahal perhitungan tersebut tidak kita masukan umur baligh  (dewasa) dimana taklif atau hukum syariat mulai berlaku.

Mulailah dari sekarang kita mengintropeksi tentang kehidupan kita. Hitung, lebih banyak banyak mana; amal sholeh atau amal salah, dan lebih sering mana; maksiat atau taat.!






Rabu, 28 Agustus 2024

3 Hal Tentang Hidup


1.  Hidup adalah perjuangan

Diantara kebijakan Allah adalah Dia tidak pernah menempatkan hamba-hamba-Nya hidup ditengah lingkungan yang dengan sendirinnya dapat memberikan kebaikan tanpa usaha. Tetapi Allah menghidupkan kita ditengah-tengah keadaan yang mengharuskan kita berjuang. Bukankah hidup itu sendiri adalah arena tempat kita berjuang.  Kesulitan hidup yang terus kita rasakan sesungguhnya adalah cambuk yang paling mujarab, agar kita bergegas untuk merubah keadaan. Karena penderitaan dan kesulitan inilah, seringkali kita mampu menemukan jalan yang terbentang, dan akan terlihat kualitas hidup kita. Hidup tidak ada artinya jika hanya memiliki satu warna.

2.  Hidup adalah pergantian waktu

Bila kita telaah dengan dalam, sesungguhnya hidup ini tak lain dari perputaraan antara kebahagiaan, ada suka dan duka yang kita rasakan, ada lapang dan sempit dalam kehidupan. Membiasakan diri untuk bersabar menghadapi ujian dengan beragam tantangan, sangat membutuhkan tekad yang kuat dan mental yang mantap. Menyerah terhadap semua itu tidak akan membuahkan apa-apa selain kehinaan. Hanyut dalam kenestapaan hanya akan menyiksa keadaan dan membiarkan diri terpuruk dalam keputusasaan hanya akan membuka peluang kesedihaan. 

Setiap kita suka atau tidak suka harus mampu menghadapi apapun persoalaan yang kita tidak sukai, karna sejauh apapun kita berlari untuk sembunyi semua itu tidak akan merubah ketetapan Ilahi. Yakinlah, bahwa langit tak selamanya mendung, awan kelabu pasti berlalu. Rasulullah seakan menghibur kita dengan sabdanya: “Alangkah mengagumkan keadaan orang mukmin, karena semua urusannya baik baginya. Bila ia mendapat ( kebahagiaan ) maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat musibah ( kesusahan ) maka ia bersabar dan itu menjadi kebaikan pula baginya”.( HR Muslim.)

3. Hidup Adalah Kesementaraan

Dan watak kehidupan yang lain adalah bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Artinya selalu berubah keadaan, termasuk segala kesulitan yang kita derita. Ia tidak selamanya bersemayam pada kehidupan kita. Akan ada kemudahan bersama datangnya kesulitan. Allah berfirman“ Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.( Qs Alam Nashrah [94]: 5-6 )

Dalam ayat ini di jelaskan: bersama kesulitan itu terdapat kemudahan. Dan tidak diungkapkan dengan ungkapan: ( sesungguhnya “sesudah” kesulitan itu terdapat kemudahan ), jadi yang di gunakan kedua ayat ini adalah; kata “Ma’a ( bersama ) dan bukan ba’da  ( sesudah ). Apa artinya; artinya ungkapam ini bertujuan untuk menyatakan bahwa kemudahan akan datang sesudah itu dalam waktu yang amat dekat. Hingga seakan-akan kemudahan itu datang bersama dengan kesulitan itu sendiri. Juga merupakan suatu pernyataan bahwa setiap kesulitan akan disususl dengan kemudahan yang lebih baik. Sunatullah telah mengajari kita, bahwa ketika penderitaan telah sampai pada puncaknya, maka akan mengisyaratkan bahwa telah mendekatkannya kemenangan dan pertolongan.

*****

 

Memaknai Arti Hidup

Anwar Anshori Mahdum

Semakin kita sadar akan hakikat hidup di dunia, niscaya kita akan semakin tepat dalam menyikapinya, sehingga kita menemukan makna hidup. Sebaliknya, semakin mengambang kesadaran kita akan hakikat hidup, maka akan semakin tidak tepat dalam menyikapinya, sehingga hidup tidak membawa makna tapi justru membawa sengsara. 

Ketahuilah, kehidupan yang bermakna bukan diukur dari seberapa lama kita hidup, tetapi makna hidup diukur dari seberapa efektifkah kita mampu memanfaatkan hidup.

Ada beberapa yang dapat diukur jika kita ingin menjadikan hidup penuh makna dan selalu menjadi orang yang berguna. di antaranya adalah:

Tujuan hidup: Hanya Mencari ridha Allah SWT
Fungsi hidup: Hanya Sebagai khalifah Allah SWT
Tugas hidup: Hanya Beribadah hanya kepada Allah SWT
Alat hidup: Segala kenikmatan yang diberikan Allah SWT
Teladan hidup: Hanyalah Rasulullah, Nabi Muhammad saw
Pedoman hidup: Adalah firman Allah, ialah  Al-Qur’an al kariim
Teman Hidup: Orang yang selalu berjuang di jalan Allah SWT


Orang yang memiliki kecerdasan rohani dan kesadaran yang tinggi akan menjadikan tolok ukur di atas sebagai pola kehidupannya. Baginya hidup ini adalah tidak lebih dari serangkaian kumpulan keputusan.

Setiap kali mengambil keputusan berarti menetapkan sebuah pilihan terbaik. Dan pilihan terbaik adalah ketika kita mampu menemukan makna hidup. Maka hidup yang benar lahir dari sebuah pandangan yang benar tentang hidup. Seseorang yang memiliki pandangan yang benar tentang hidup selalu menyadari bahwa umur atau usia yang dimiliki pada hakikatnya merupakan kesementaraan. 

Pada akhirnya ia menyadari, bahwa suatu saat akan menemukan batas akhir perjalanan yaitu kematian. Karena sesungguhnya hidup hanyalah persinggahan sebentar dalam perjalanan panjang menuju keabadian (akhirat)

 






Senin, 26 Agustus 2024

Tawakkal Penghapus Resah

 

Anwar Anshori Mahdum

Tawakkal merupakan kebutuhan pasti bagi siapapun yang  mengharapkan ketenangan diri. Inilah sarana yang di persiapkan Allah kepada orang-orang beriman dalam menjalankan kehidupan yang begitu syarat cobaan dan jujian ini.  Buah dari tawakal kepada Allah adalah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada jiwa kita, antara lain; ketenangan, ketentraman, kekuatan, kemuliaan, ridha dan harapan yang  penuh dengan keyakinan. 

Tawakkal adalah berserah diri, mempercayakan atau mewakilkan  hidup sepenuhnya hanya kepada Allah, bersandar kepada kekuatan-Nya saat menghadapi kesukaran hidup. “Orang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang mengetahui bahwa Allah adalah penanggung rizkinya dan urusanya. 

Hakekat tawakkal adalah ketergantungan hati secara jujur kepada Allah guna meraih kemaslahatan-kemaslahatan atau menolak bencana-bencana, baik dalam urusan duniawi maupu ukhrawi, dan merealisasikan keimanan bahwa tiada yang dapat memberi mudharat dan memberi manfaat, melainkan Allah. 

Tawakkal kepada kepada Allah merupakan bagian dari kesadaran akidah dan akhlakul karimah seorang muslim:“….(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Qs. Ali-Imran [3]:173

Al-Alamah Al-Manawi dalam Faidul qadir berkata: Tawakkal adalah menampakan kelemahan dan penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali.”. Ibnul Qayyim menambahkan: bahwa tawakal adalah separuh dien, dan separuh lainnya adalah inabah (kembali kepada Allah). Dien adalah isti’anah (memohon pertolongan kepada Allah) dan ibadah. Tawakkal adalah isti’anah, sedangkan inabah adalah ibadah. Bahkan tawakkal adalah ibadah yang murni dan tauhid yang murni pula, jika orang yang bertawakkal tersebut melaksanakan tawakkal itu dengan sebenarnya.

Sikap tawakkal dan bersandar penuh kepada Allah adalah solusi bagi kegelisahan jiwa.“…Mereka menjawab, “Cukuplah Allah bagi kami dan Dia lah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah memiliki karunia yang sangat besar. (Q.S Ali Imran: 173-174)

Jiwa yang meyakini bahwa Allah-lah yang mencukupinya dan mencukupkan Allah baginya. Dia tidak memerlukan pertolongan dan perhatian manusia. Dia tidak harus mencari-cari perhatian atasannya, menangis dan mengemis mengharap belas kasih orang lain. Karena dia tahu orang lain pun memiliki kesulitan dan kebutuhan yang sama. 

“Cukuplah Allah bagiku, tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya lah aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (Q.S At-Taubah: 129)

Bagaimana jiwa tak tenang bila ia yakin Allah yang menjaga dan mencukupkan segala kebutuhan, mengurus segala masalah dan melindunginya dari segala bentuk kejahatan (QS.Ath-Thalaq:3). Ditambah dengan hadirnya cinta Allah kepada hamba yang bertawakkal. Cinta Allah akan mengundang perhatian, pertolongan dan solusi dari Allah atas berbagai permasalahan hidup. Bagai seorang yang mencintai orang lain, ia akan memperhatikan dan mencukupi segala kebutuhannya.

 


Kegelisahan Orang Beriman

Anwar Anshori Mahdum

Kebahagiaan bagi orang-orang yang beriman adalah, ketika dapat melakukan ketaatan, dan kegelisahan mereka adalah, ketika semakin berkurangnya kebaikan”. Orang yang hatinya masih sesuai dengan fitrah dan memiliki nilai keimanan yang cukup, ia akan merasakan kegelisahan dan  selalu tidak tenang jika melakukan  perbuatan dosa. Kegelisahan yang hadir karena menyadari betapa banyak dosa dan kesalahan, adalah wujud dari kesadaran iman. . Dan kesadaran itu membuat ia terus berusaha untuk menyempurnakannya. Baginya hidup adalah untuk mempersembahkan yang terbaik untuk kehidupan yang kekal (akhirat). 

Bagi orang beriman, Dunia bukanlah tujuan, tetapi hanya perantara untuk menggapai keridhoan. Mereka selalu menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan sebentar dalam perjalanan panjang menuju keabadian. 

Ketika mereka menghadapi musibah, selalu disikapi dengan tabah dan ia tidak berkecil hati. Hadirnya sikap seperti ini muncul karena ia mampu menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan. Sebab dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya inspirasi dalam kehidupan, akan menghadirkan sikap optimisme dan kebesaran jiwa yang mantap.

Itulah kekuatan iman, yang selalu menyadari bahwa jika Allah menghendaki segala sesuatu, maka tidak ada kemampuan bagi kita untuk mengelaknya. Dengan kesadaran dan keyakinan ini, seorang mukmin akan terbebas dari ketakutan, kelemahan dan keresahan di samping terhiasi dirinya dengan kesabaran, kekuatan dan keberanian.  Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."( QS.At- Taubah [ 9]:51)

Bila kita serahkan hidup ini dengan berbagai persoalannya kepada Allah yang didasarkan atas keyakinan yang mutlak kepada-Nya, akan membuat hati dan jiwa tegar dan teguh dalam menghadapi berbagai problem dan tantangan kehidupan. Karena itu, mengimani Allah dengan berbagai atribut-Nya, baik sifat maupun perbuatan-Nya, adalah suatu keharusan mutlak. Sebab itulah kunci membuka tirai kebahagiaan.“dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang], karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya( QS.Al-Baqarah [2]:255)

 


 

Sebab Hadirnya Kegelisahan

Anwar Anshori Mahdum

Gelisah, memang satu penyakit hati yang sangat berbahaya namun hampir tidak pernah dipertimbangkan oleh kebanyakan manusia. Karena, biasanya mereka sudah memiliki cara masing-masing untuk menghilangkan gelisah tersebut. Ada yang menghilangkannya dengan cara-cara yang sesuai atau tidak melanggar syariat, namun banyak pula yang menghilangkan penyakit tersebut dengan cara-cara yang menyimpang dari syariat. Akibatnya, gelisah mereka hilang, dosa pun menerkam.

Kegelisahan, sesungguhnya tidak selalu berdampak negative, tergantung motiv yang melatar belakanginya. Ada gelisah karena hadirnya kesadaran yang dalam tentang perilaku diri, sadar banyak melakukan kesalahan. Dan kegelisahan seperti itu menandai sedang menguatnya keimanan. Hasilnya perasaan khawatir datang saat ia merasakan begitu banyak melalaikan kewajiban. Dan kekhawatiran ini adalah kekhawatiran yang positif. Allah Ta’ala telah menciptakan dan menganugerahkan hati bagi manusia sebagai salah satu perangkat kehidupan yang sangat vital, yang akan membantu melihat dan mendengar seruan Allah Ta’ala, yang akan membantunya dapat merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang lain. Namun, kita juga mengetahui bahwa segala sesuatu itu ada, tiada, terjadi, dan tidak terjadi hanya karena Allah Ta’ala.

 Ada juga gelisah karena faktor kekhawatiran yang berlebihan tentang kehidupan, yang ditandai dengan adanya ketakutan dalam beberapa hal, seperti takut miskin, takut kehilangan harta, takut ditinggal oleh orang yang dicintai, takut kerjanya di PHK, takut tidak dapat jodoh atau takut tiba-tiba kematian datang menjemputnya. Gelisah jenis ini biasanya disebabkan karena keyakinan yang lemah tentang kebenaran yang datang dari Allah. Dan ini menandakan sedang melemahnya keimanan. 

Dan yang berikutnya adalah ada gelisah karena dikejar rasa bersalah, entah salah kepada diri sendiri, kepada orang lain, lebih-lebih kepada Allah.  Hal ini disebabkan karena kita pernah melakukan dosa dan kemaksiatan atau perilaku yang kurang pantas, sehingga menyebabkan jiwa tidak tentram, hidup tidak nyaman karena dikejar rasa bersalah yang terus menghantui.

Dalam pandangan psikologi Islam, Secara umum ada dua bentuk kegelisahan dalam diri seorang muslim, dua hal itu adalah:

  1. Gelisah karena Menguatnya keimanan

Kegelisahan yang seperti ini bisa disebut kegelisahan yang positif, karena itu didorong oleh keinginan untuk selalu menyempurnakan kebaikan. Beberapa hal yang menandakan gelisah karena menguatnya keimanan, yaitu hadirnya rasa takut kepada Allah. Kegelisahan jenis ini hadir karena kita menyadari begitu sering melakukan kesalahan.

Kesalahan itulah yang menyebabkan hati kita bertambah resah. Perasan takut (khauf) dan harap (raja’) bercampur menjadi satu. Takut jika kesalahan (dosa) tidak terampuni dan harap agar dosa dan kesalahannya dapat terampuni. Bagi pribadi muslim perasaan takut (khauf) adalah ungkapan derita hati dan kegundahan terhadap apa yang dihadapinya. Dan khauf  (takut) inilah yang mencegah diri dari perbuatan maksiat dan mengikutinya dengan bentuk-bentuk ketaatan.

Semakin ia mengetahui aib dirinya dan mengetahui keagungan Allah, kemuliaan-Nya dan hadirnya kesadaran bahwa setiap perbuatannya kelak akan dipertanggungjawabkan, maka kegelisahannya akan semakin kuat, rasa takutnya akan semakin meningkat.

Buah dari perasaan khauf ini adalah, ia akan mampu menguasai segala kegundahan dan tahu bahayanya. Hasilnya, tiada lagi kesibukannya selain usaha untuk mendekatkan diri, muhasabah dan mujahadah. Bahkan ia selalu waspada terhadap segala pikiran, langkah dan kalimat yang keluar dari dirinya.“ Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut kepada Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman kepada Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Rabb mereka ( dengan sesuatupun ).dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, ( karena mereka tahu bahwa ) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itulah orang-orang yang bersegera berbuat kebaikan, dan merekalah orang-orang yang pertama-tama memperolehnya “.

Yahya bin Mu’azd berkata: “Jika seorang mukmin melakukan kemaksiatan, ia pasti menindaklanjutinya dengan salah satu dari dua hal yang akan menghantarkannya ke surga, takut akan siksa dan harapan akan ampunan “.

  1. Gelisah karena lemahnya iman

Untuk kegelisahan jenis ini, ada dua motif yang menghadirkannya. Pertama, motif yang keluar dari dorongan syahwat seksual. Kedua, motif karena dorongan cinta yang berlebihan pada harta, atau yang selalu terkait dengan keduniaan.

Kegelisahan yang disebabkan dua hal ini cenderung menguat, dan ketika tidak mampu meraih apa yang diinginkan nafsunya, gelisah akan semakin bertambah resah. Kegelisahan yang seperti ini menandai lemahnya daya tahan keimanan.

Dalam pandangan psikologi, dua hal yang melatar belakangi hadirnya kegelisahan adalah karena lemahnya rasa percaya diri. Tetapi jika rasa percaya diri kita kuat tidak akan menimbulkan kegelisahan. Selain itu, kegelisahan hadir karena berangan-angan yang tidak realistis, atau terlalu berlebihan mengharapkan sesuatu tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan. Tetapi yang lebih pasti, adalah kegelisahan hadir karena keyakinannya akan takdir tidak sempurna.




Ketika Gelisah Melanda Hati

Anwar Anshori Mahdum

“Gelisah, berkeluh kesah, tidak sabar adalah tanda jiwa yang fakir. Kemiskinan lebih baik dari kekayaan yang berlaku aniaya pada si fakir. Sungguh jiwa yang selalu puas, itulah jiwa yang kaya, walaupun melelahkan, karena segala yang ada di alam raya ini tak pernah memberikan kepuasan.

Imam Syafi’i rahimallah

Salah satu penyakit serius yang tengah melanda masyarakat modern dewasa ini adalah kegamangan dalam menjalani hidup. Hal ini disebabkan karena kondisi batin yang selalu gelisah, jiwa yang tidak tenang, serta hati yang penuh kekhawatiran dan kecemasan. Padahal jika dilihat dari kehidupan ekonominya, mereka yang mengalami kegelisahan batin ini bukanlah orang-orang yang kekurangan. Bahkan, banyak di antara mereka yang hidup bergelimang harta. Dari sisi materi semua tercukupi, bahkan berlebih, tetapi dari sisi ruhani, mereka mengalami kekeringan dan kegersangan. Jasmani mereka sehat, tapi ruhani mereka sakit. Raga mereka kuat, tapi jiwa mereka rapuh.

Sahabat, di dunia ini tidak ada seorangpun yang tidak merasakan kegelisahan. Kita akan dapati hampir semua manusia dengan tabiatnya selalu di pengaruhi oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang kegelisahan. Gelisah kerap hadir melanda hati, dan bila perasaan ini datang hari-hari dicekam perasaan sepi, kekhawatiran terus datang menemani kesunyian diri dan terkadang hidup semakin susah, beraktifitaspun selalu serba salah terkadang bingung kemana harus melangkah.

Itulah kenyataan hidup yang sering kita temui pada sebagian orang, atau mungkin kita sendirilah orangnya. Seringkali jika kegelisahan datang, ia harus dibayar dengan harga yang  sangat mahal, karena ia sangat menyita banyak waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Hasilnya wajah terlihat menjadi kusut dan hidup menjadi semrawut.

Memang sulit dimengerti, kenapa gelisah terkadang datang menyelimuti hati. Beberapa psikolog mengatakan gelisah dan cemas adalah wajar dan dimiliki setiap orang. Bukankah setiap hari kita selalu dihadapkan pada masalah-masalah hidup?. Memang hidup tak bisa lari dari permasalahan. Karena semakin lari dari masalah, hidup semakin bermasalah. Cara terbaik menyelesaikan masalah adalah dengan jalan mencari tahu akar masalah. Sehingga kegelisahan tidak mendatangkan banyak masalah.

 Yusuf luxori mengatakan: 
Orang yang tidak tahu bagaimana cara menghadapi kegelisahan, 
pasti dia tidak akan tahu bagaimana cara menghadapi kehidupan”.

Sesungguhnya kegelisahan merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya di miliki manusia. Orang-orang di sekeliling kita - bahkan dalam diri kita sendiri - baik besar maupun kecil, laki-laki maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau kegelisahan. Sebab pada hakekatnya kegelisahan merupakan reaksi natural terhadap faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.

Kegelisahan dalam hati merupakan sesuatu yang wajar dan dapat dialami oleh siapapun. Hal tersebut memang bagian dari kodrat yang dimiliki setiap manusia. Bukan hanya manusia biasa, Rasulullah SAW pun pernah merasakannya. Karenanya Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu bersemangat dalam menjalani hidup agar terhindar dari kegelisahan atau kegalauan hati. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Bersemangatlah untuk mendapatkan apa yang manfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika kalian mengalami kegagalan, jangan ucapkan, ‘Andai tadi saya melakukan cara ini, harusnya akan terjadi ini…dst.’ Namun ucapkanlah, ‘Ini taqdir Allah, dan apa saja yang dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena berandai-andai membuka peluang setan. (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, Ibn Hibban 5721,

Setiap orang, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, berupaya mengekspresikan kegelisahannya sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh emosional reaktif yang dikhayalkan akan mengancam kehidupan atau ketenangannya. Tentu saja kegelisahan yang di alami oleh setiap orang tidaklah sama, tergantung kepribadian, kebutuhan, keadaan dan tanggung jawab masing-masing. Di samping kondisi terkini serta tingkat keberagaman mereka. Pada dasarnya hati yang diselimuti oleh rasa gelisah secara tidak langsung akan berdampak buruk bagi diri sendiri. Ada beberapa hal yang dapat membuat dampak dari diri yang dilanda oleh kegelisahan antara lain, melemahnya daya kreatifitas, malas berpikir jernih, emosi yang tidak stabil.



Manusia Rakus Kekuasaan

Anwar Anshori Mahdum

Orang yang sudah merasakan nikmatnya kekuasaan akan sangat berat meninggalkan kekuasaannya. Dia akan berusaha untuk mempertahankannya walapun dengan cara yang sangat curang sekalipun. Jika dia merasa tidak tepilih lagi, orang-orang terdekatnya di suruh menggantikannya agar dia tetap bisa melanggengkan kekuasaannya.  Itulah sifat rakus dan serakah manusia yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah di dapat. Sudah satu periode ingin dua. sudah dua ingin tiga periode. begitulah seterusnya. 

 Ketahuilah, bila keserakahan telah menguasai diri kita, ia akan mengubah kehidupan sosial kita menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti dari keadilan, keamanan, dan kedamaian. Betul apa yang di katakan Imam Ibnu Taimiyah: ”Kerakusan seseorang terhadap harta benda dan kedudukan akan merusak agamanya dan kerusakan ini lebih dahsyat dibandingkan dengan kerusakan dua serigala yang sedang lapar terhadap kambing yang menyendiri.”

Itulah sifat dan watak orang zaman ini kecuali yang Allah beri taufik untuk menyikapi harta dengan benar. Ada yang menghabiskan waktunya hanya untuk urusan dunianya, sampai lupa melakukan ketaatan dan lalai akan kehidupan kekal di akhirat.  Ciri dan karakter hamba yang seperti ini biasanya tidak pernah merasa cukup dan selalu merasa kurang dengan dunia yang sudah di raihnya. Orang serakah memang tak pernah puas dengan harta dunia, persis seperti api membakar semua bahan bakar yang diberikan. 

Seperti apa yang pernah di gambarkan Rasulullah: Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah,

عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).

Hadits ini menunjukan bagaimana tamaknya manusia terhadap dunia yang tidak menganal rasa puas. Hadits ini juga, mengandung makna celaan bagi orang yang tamak terhadap harta dunia. Kecintaan terhadap harta dunia bisa membuat seseorang terlena dari perjalanan hidup yang abadi di akherat. Semangat mengumpulkan harta bisa menjadi sebab lalai dari ketaatan kepada Allah S.W.T. karena hati menjadi sibuk dengan dunia daripada akhirat.
 



HIdup Bukan Sekedar Hidup

Anwar Anshori Mahdum

Kalau hanya sekedar hidup, binatang juga hidup. Kalau hanya sekedar sehat, hewan  juga banyak yang sehat. Kalau hanya memilki kenikmatan, hewan juga merasakan kenikmatan, bahkan tubuhnya ada yang lebih kuat dan gagah perkasa di banding manusia. Jika binatang tidak bersyukur, tidak beribadah dan tidak mengikuti syariat, sangat wajar. Karena Allah tidak memberinya akal dan hidayah. Tetapi jika manusia yang punya akal dan di beri hidayah tidak juga mau bersyukur dan tidak mau beribadah, maka apa bedanya dengan binatang.

Sesungguhnya hidayah adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah beri hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah menahannya dari siapa yang Dia kehendaki. 

فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهْدِيَهُۥ يَشْرَحْ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ 

وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُۥ يَجْعَلْ صَدْرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى ٱلسَّمَآءِ

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.” [Quran Al-An’am: 125]

Hidayah diperoleh bukan karena kecerdasan. Kalau kecerdasarn berbanding lurus dengan hidayah, maka orang-orang cerdas, orang-orang Eropa, orang-orang Jepang, tentunya mereka lebih terdepan untuk mendapatkan hidayah. Tapi mereka yang memiliki kercerdasan luar biasa ini, sebagian dari mereka menyembah matahari, Menyembah batu dan Mereka menyembah berhala.  Atau lihatlah bagaimana orang-orang munafik, mereka tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. mereka mengerti bahasa Arab. Mereka mengerti bahasa Alquran. Mereka melihat mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun mereka tetap tidak beriman.

Ketahuilah, tanpa hidayah Islam seindah apapun kita hidup, sesehat apapun jasad dan sepanjang apapun usia, semuanya hanya fatamorgana. Karenanya mensyukuri nikmat hidayah adalah amalan tertinggi yang harus di lakukan seorang hamba. Dan kita sangat bersyukur, meski hidup jauh dari zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, tetapi kita diberi nikmat berupa hidayah untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya. Hal ini merupakan atas kehendak dan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS:An-Nuur [24]:21).

Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”. Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/72).







Minggu, 25 Agustus 2024

Muhasabah ( Keharusan Introspeksi Diri)




Secara etimologis, muhasabah merupakan bentuk mashdar (bentuk dasar) dari kata
hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yahsibu atau yahsubu yang berarti menghitung. Orang akan mau melakukan muhasabah karena keyakinan bahwa Allah SWT akan menghitung amal semua hamba-Nya. Jika amal seseorang baik maka akan mendapatkan balasan dari Allah kebaikan juga. Dan sebaliknya jika amalan seseorang itu buruk maka balasan yang buruk juga dari Allah. Dengan melakukan muhasabah diri seorang manusia akan membuka hati dan menyadari segala dosanya. muslim yang taat akan bertaubat dan tak mengulangi kesalahannya.

Ketahuilah sahabat, Kepentingan menghisab diri ini kita lakukan untuk mengetahui dua hal, yaitu; 

Pertama: untuk mengetahui segala aib diri, apakah kebaikannya lebih banyak dari pada keburukan kita, ataukah sebaliknya.

Kedua: untuk mengetahui hak Allah terhadap kita. Apakah kewajiban kita sebagai hamba Allah sudah disempurnakan ataukah dilalaikan. Dari dua kesadaran ini akan lahir kepribadian yang istiqomah dan sikap mental yang tidak mudah melemah

Manusia adalah makhluk yang sangat memerlukan evaluasi diri dan penilaian ulang. Kehidupannya, baik yang bersifat individual maupun sosial, sangat perlu diperhatikan. Itu tak lain karena sisi spiritual dan intelektual selalu berubah-ubah. Cepat terwarnai dengan keadaan yang menyertainya. Hari ini baik, besok bisa sangat baik. Atau hari ini sangat baik, besok mungkin saja sangat tidak baik.  Disinilah perlunya kita intropeksi diri (muhasabah), agar kebaikan tetap bisa kita pertahankan. Sebab kita tak pernah tahu kapan kita akan dimatikan. Hidup dan mati kita Allahlah yang mengatur, yang kita tahu adalah bahwa setiap kita pasti mati.

Muhasabah sangat membantu seseorang untuk istiqamah di jalan Allah Ta’ala Hasan al-Basyri pernah berkata: Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya karena Allah. Dalam Alquran dijelaskan secara eksplisit terkait anjuran untuk muhasabah, seperti yang tertuang dalam surat Al-Hasyr ayat 18,

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain untuk mengoreksi diri atau melihat kembali hal-hal yang kurang baik dilakukan, muhasabah juga bermanfaat untuk membentuk diri jadi lebih bertanggung jawab.

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khatthab:

 حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ

Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal saleh) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak).” (HR. Tirmidzi)  

Selain itu, dari Maimun bin Mihran:

 لَا يَكُونُ العَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ

“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” (HR Tirmidzi)

Seorang muslim harusnya sangat menyadari, bahwa apapun yang dilakukannya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Dan menyadari pula bahwa setiap hembusan nafasnya adalah mutiara yang sangat bernilai. Maka ia tidak menyia-nyiakan walau sesaatpun.


 

ADA APA DENGAN CINTA

Fitrah Cinta Pada Manusia

*****

“ Cinta adalah fitrah manusia yang murni,
Tak dapat dipisahkan dengan kehidupan. Ia selalu
Dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya dengan
cara yang terhormat dan mulia, suci dan penuh taqwa
Tentu ia akan mempergunakan cinta itu
untuk mencapai keinginan yang suci dan mulia pula “.

*****

Islam adalah agama fitrah, Islam tidak mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia. Akan tetapi Islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu, dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya. cinta harus dirangkai dalam kerangka cinta kepada Allah, cinta harus disandarkan atas izin Allah, dan cinta tak boleh lepas dari rencana Allah.

Cinta tercipta demi kemuliaan manusia, cinta itu suci, tercipta dari yang Maha Suci, tanpa cinta tidak akan pernah ada kehidupan. Dengan sendirinya, cinta itu ada adalah anugerah, menolak cinta sama halnya dengan menolak karunia Tuhan dan menyalahi fitrah, dan itu hukumnya berdosa.

Bicara cinta bagaikan mengarungi bahtera yang tak bertepi, entah kapan sampainya?. Cinta sebuah kata yang paling banyak di ceritakan dan di bicarakan orang. Atas nama cinta segalanya menguntungkan. Buku-buku yang bertemakan cinta laris dipasaran, film yang berjudul cinta selalu diserbu penonton, bahkan sampai pernak-pernik asesoris yang bergambar simbol-cintapun selalu diminati pembeli, khususnya rekan muda. Bahkan berpuluh-puluh pujangga telah menggoreskan penanya untuk membahas tentang cinta. Namun sampai kini bahkan hingga tintanya mengering belum kunjung usai membahasnya. Pokoknya, jika sesuatu di kaitkan dengan cinta apapun bentuknya selalu menjadi perhatian. Tentu saja, karena kata inilah yang membuat terasa indah kehidupan. 

Muhammad Ibnu Daud Azh-Zhahiri mengatakan; “Cinta merupakan cermin bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemahlembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali terhadap dirinya sendiri.

Ibnul Qayyim Al-Jauzi mengungkapkan: dalam rasa cinta melibatkan sampai 50 tingkat perasaan. Dari kondisi yang membahagiakan, sampai pada yang menyedihkan. Dari adanya kerinduan sampai keinginan yang selalu mencurahkan kasih sayang. Dan dari cinta buta yang memperdayakan sampai cinta tertinggi yang melahirkan penghambaan.

Rasa cinta adalah fitrah yang Allah anugerahkan kepada setiap hamba. Fitrah yang di maksud adalah kecintaan terhadap apa yang di inginkan oleh jiwa dan tergeraknya hati untuk memiliki atau mendapatkannya. 

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(QS.Ali-Imran [3]:14)

Anwar Anshori Mahdum




Sabtu, 24 Agustus 2024

Dunia Fatamorghana

Anwar Anshori Mahdum

Dunia yang kita singgahi ini seperti fatamorgana. Disangka memiliki hakikat yang tetap padahal tidak. Dikejar untuk digapai tetapi tidak pernah sampai. Orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, tetapi setelah didekati tidak tampak apa-apa.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS-Al-Ankabuut [29] : 64)

Hidup di dunia merupakan perjalanan sementara, sebelum akhirnya semua akan tiba di penghujung batas tujuan, akhirat. Allah berfirman:

 “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al-Hadid [57]: 20).

Terlalu banyak manusia yang silau oleh kemilau dunia, mengejar sesuatu yang seharusnya tidak dikejar. Saling menyikut dan menjatuhkan dengan menghalalkan segala cara, demi meraih tahta jabatan, dan harta kekayaan. Padahal, semua itu hanyalah sementara, tidak setia, dan akan terpisah darinya saat kematian datang menjemput. 

Sadarilah, sedikit saja seseorang terkesima dan tergoda oleh pengaruh kehidupan duniawi, maka ia akan tenggelam ke dalam lautan ketidakpuasan yang sangat dalam. Oleh karenanya, peranan keyakinan manusia terhadap suara imannya akan sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan pribadi yang tidak mudah tergoda. Dan cara yang paling baik adalah berusaha untuk selalu meningkatkan ketaatan yang sempurna. Kenikmatan yang dirasakan di dunia hanyalah kenikmatan badan, bukan kenikmatan hati. Oleh karena itu ahlud dunya akan terhalang dari merasakan kenikmatan hati. Imam Ibnul Qayyim berkata,

مُـحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا تَنْـقَضِـى                

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.”[Ighâtsatul Lahafân (I/87-88) dan lihat Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahafân (hlm. 83-84).

 



 

Anak Panah Dunia

Anwar Anshori Mahdum

Ibarat panah, dunia mempunyai tiga macam anak panah,  yaitu panah kesengsaraan, panah perlindungan, dan panah pengharapan. Siapapun yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya maka ia akan tertancap anak panah kesengsaraan, dan ia akan lelah diperbudak dunia. Mereka yang menjadikan dunia sebagai perlindungan maka ia akan tergores anak panah kesombongan, karena kesenangan akan dunia seringkali membuka tabir keangkuhan. Dan mereka yang menjadikan dunia sebagai pengharapan ia akan tergores anak panah kekecewaan, karena dunia tidak selalu menjanjikan kebahagiaan.

Banyak orang bijak menasihati: “orang yang mengejar dunia dengan melupakan akhirat adalah orang yang tidak berakal. Sebab mereka lebih mendahulukan khayalan daripada kenyataan, lebih mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi. Dan lebih mendahulukan negeri yang fana daripada yang kekal. Padahal nilai dunia dimata Rasulullah tidak jauh lebih hina daripada bangkai anak kambing’. Dalam sebuah  hadist di gambarkan;

“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya ?” Beliau bersabda, “Apakah kalian suka jika ini menjadi milik kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau bersabda, “Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” [ HR. Muslim )

Seorang ahli hikmah berujar; Orang yang berlebihan mencintai dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat. Didunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Di alam barzakh mereka diazab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Dan juga pada kehidupan akhirat nanti yaitu pada hari pertemuan dengan Rabbnya, mereka di azab dengan beratnya pertanggung jawaban.  

“Janganlah engkau ta’jub dengan harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir”. (QS. a-Taubah [9]: 55)

 


Refleksi: Bila hati…

Anwar Anshori Mahdum

· Bila hati seseorang telah tergantung pada dunia, maka ia tidak akan merasakan kenikmatan bersendiri dengan Allah

· Bila hati kita telah bergantung kepada permainan, maka ia tidak akan merasakan lembutnya firman Allah.

· Bila hati kita telah terpaut dengan pangkat yang tinggi, maka ia tidak akan bisa merasakan kenikmatan bertawadhu’ di hadapan Allah

· Bila hati kita sudah bergantung kepada harta, maka ia tidak akan mendapatkan kenikmatan bersedekah karena Allah

· Bila hati kita sudah bergantung begitu kuat kepada syahwat, maka ia tidak akan mendapatkan kenikmatan mengenal dzat Allah

·  Bila hati seseorang sudah bergantung kepada istri dan anaknya, maka ia tidak akan mendapatkan kenikmatan berjihad di jalan Allah.

· Dan barang siapa yang hatinya banyak berangan-angan, maka ia tidak pernah mendapatkan dirinya merindukan surga.

 




 

Jumat, 23 Agustus 2024

Berpikir Positif, Bertindak Arif

Anwar Anshori Mahdum

Masih ingatkah kita akan kisah Nabi Musa alaihissalam  sewaktu dirinya dihadapkan oleh hamparan laut dengan gelombangnya yang sangat dahsyat. Sementara firaun dan bala tentaranya terus mendekati hendak membunuhnya dan pengikutnya. “kita akan tertangkap! Ujar seorang pengikutnya pasrah. Namun, Nabi Musa berkata: Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku".Qs. Asy-Syu’ara [26]:62

Subhanallah, dengan mantap Nabi Musa alaihissalam  berjalan di tengah lautan. Ia sangat yakin Allah pasti akan menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari kejaran firaun dan pasukannya.

Lain-lagi dengan kisah Nabi Nuh alaihissalam, Allah mengabarinya bahwa tidak akan ada lagi kaumnya yang beriman, kecuali memang mereka yang telah beriman. Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk  membuat perahu:  

“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (Qs. Hud [11 ]:37)

Secara logika perintah itu rasanya aneh, sebab Nabi Nuh diperintahkan membuat bahtera (perahu) di gunung pasir yang tandus. Tetapi  karena ini adalah perintah Allah, Nabi Nuh langsung mengikuti apa yang Allah perintahkan. Dan beliau sangat yakin akan datang perubahan yang lebih lebih baik.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Nuh ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana keyakinan dan berfikir positif itu merupakan kekuatan dahsyat dalam merubah keadaan. Tidak peduli sulit dan tidaknya, bahkan ada orang yang mencemoohnya atau tidak, kedua Nabi Allah ini tetap yakin dan positif thinking akan kebenaran tindakannya. Tetapi lagi-lagi, ternyata kehidupan bukan persolan sulit dan mudahnya, persoalannya adalah yakin atau tidak kita akan adanya perubahan itu. Jika kita memiliki keyakinan akan pertolongan Allah, maka akan terbentang jalan menuju perubahan yang lebih baik. 

Harus ada keyakinan yang mendalam didalam diri kita bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin untuk di kerjakan selama kita yakin untuk melaksanakannya. Sejarah telah membuktikan bahwa peradaban manusia di tentukan oleh manusia yang sangat kuat dalam keyakinannya. Setiap kita harus punya prinsif-prinsif yang di rakit dalam benak pikiran kita. Karena menanamkan sugesti serta keyakinan dalam pikiran merupakan awal dari keberhasilan

Kunci hidup tenang dan damai ada pada pikiran kita. Peristiwa dan masalah apa pun yang kita alami dalam kehidupan, tidak akan membuat gusar dan cemas jika disikapi dengan sikap dan pikiran positif. Ketidak-mampuan kita dalam mengendalikan pikiranlah yang menimbulkan respons tidak tepat dalam menghadapi dan menyikapi suatu hal. Akibatnya, kita tidak merasakan ketenangan dalam hidup ini. Jadi, kuncinya ada pada pengendalian pikiran kita. Pikiran positif akan menimbulkan emosi atau perasaan positif. Sedangkan, pikiran negatif akan menimbulkan emosi atau perasaan negatif.

Berpikir positif adalah selalu berbaik sangka (husnudzon)  kepada Allah yang menentukan hidup kita. Husnudzon dimaknai dengan berbaik sangka terhadap segala sesuatu termasuk dengan ketetapan Allah yang diterima manusia. Sementara itu ada su’udzon yang menjadi kebalikan dari husnudzon. Sikap ini jelas dilarang dalam agama Islam. Kita tidak boleh berburuk sangka atau menerka-nerka sesuatu tanpa bukti dan tanpa diselidiki asal usulnya.

Dalam surat Al Hujurat, Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan berdakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat [49]: 12)

Orang yang selalu berpikir positif  selalu melihat adanya kesempatan kearah perbaikan, bahwa hidup akan datang perubahan. Optimis adalah sikap hidupnya, semangat adalah gaya kesehariannya. Optimis berarti melakukan perubahan dengan bijak dan pertimbangan yang matang, mengubah hal-hal buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Akan tetapi, harus juga diingat, bahwa (sikap) optimistis tanpa perhitungan dan pertimbangan yang tepat, juga merupakan sebuah ‘kekonyolan’ (sesuatu yang tidak dapat dibenarkan), yang dalam beberapa hal sangat dibenci oleh Allah. Ketika kita sudah yakin, bahwa apa yang kita perjuangkan dalam hidup ini adalah ‘benar’, maka kita tak boleh surut untuk memerjuangkannya sampai titik darah penghabisan. Dan, sebagai seorang yang mengaku beriman, kita tak boleh sekejap pun merasa bimbang dan ragu untuk berusaha meraihnya. Allah SWT berfirman:

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS al-Baqarah [2]: 147)

Dengan adanya sikap optimistis dalam diri setiap Muslim, kinerja untuk beramal akan meningkat dan persoalan yang dihadapi Insyâallâh dapat kita selesaikan dengan sebaik-baiknya. Sementara itu, kita harus yakin, bahwa doa, ikhtiar, dan tawakal harus senantiasa mengiringinya, kerena hanya dengan ‘ridha-Nya’ apa pun yang kita harapkan dapat terwujud.

Orang yang optimis menjalani hidup, tertanam dalam jiwanya keyakinan yang sempurna tentang segala yang di tentukan Allah. Jika Allah berkehendak terhadap sesuatu maka tidak ada seorangpun yang mampu menahannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberi nasehat kepada Ibnu Abbas ketika itu ia masih kecil: “Ketahuilah, sekiranya seluruh manusia sepakat hendak mencelakaimu, mereka tidak akan pernah bisa mencelakaimu, kecuali memag telah di tuliskan Allah dalam suratan takdirmu. Begitupun sebaliknya, andai seluruh manusia sepakat menolongmu mereka tidak akan pernah mampu membantumu,kecuali memang telah di tuliskan Allah dalam suratan takdirmu.”   (HR. Tarmidzi).  

Hikmah lain yang dapat kita peroleh dengan positif thinking, atau dalam agama islam dikenal dengan Husnuzan yaitu diantaranya akan menimbulkan kesadaran pada manusia bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah swt, kemudian dapat memotivasi agar manusia melakukan amal kebaikan dengan bersungguh-sungguh sesuai dengan ketetapan Allah swt, serta mendorong manusia untuk mendekatkan diri serta bertawakal kepada Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, sehingga akhirnya dapat mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT.

Kemudian tentang sikap bertindak arif, Dalam pergaulan sehari-hari penggunaan kata "Arif" sering dibalut dalam satu kata yaitu bijaksana. Karena seseorang dapat disebut sebagai orang yang arif adalah jika dirinya bisa bersikap bijaksana. Ini merupakan salah satu kualitas manusia yang paling dihargai.

Orang bijaksana cenderung memiliki pandangan positif terhadap kehidupan, bahkan dalam situasi sulit. Mereka mampu melihat sisi terbaik dari situasi yang mungkin sangat buruk, dan ini membantu mereka menjaga semangat dan motivasi dalam menghadapi tantangan. Salah satu alasan mengapa sifat bijaksana selalu dihargai, karena sifat ini tidak bisa dimiliki begitu saja oleh setiap orang. Orang yang telah dianggap bijaksana biasanya telah melalui proses belajar dan pengalaman panjang yang telah menempa dirinya sehingga menjadi sosok yang arif.



Amalan Tergantung Akhirnya

Anwar Anshori Mahdum Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapankah kita akan meninggal, dan dengan cara ...